Kala langit biru bergerombol menjadi jingga, aku menikmati sisa siang dengan penuh sesak tanda tanya. Ku jawab sapaan rindu dengan sendu memandang potret ibu. Kemarin malam aku dengar dan menikmati nada suaramu. Namun hari ini rindu menyapaku kembali.
Tersandar aku di dinding kamar dan asaku pun melayang. Seolah berjalan pulang mengetuk pintu lalu membekapmu dengan kasih sayang. Namun apa daya, semua hanya imajinasiku. Nyatanya aku masih jauh dari genggamanmu. Jarak ruang dan waktu terasa jauh berkesan pilu, seolah aku menimang rindu di pangkuan malam.
Bu, Aku mulai bertanya "apakah dewasaku palsu?". Aku masih cengeng tertampar rindu. Apakah Tuhan memberikan jalan yang sama denganmu agar aku tau sulitnya dirimu dahulu. Bahkan detak jam dindingku membuat aku ragu apakah waktu benar-benar berlalu.
Tak pantas sebernarnya aku mengeluh. Sebagai anakmu aku tau, bahwa semua telah memiliki jalan tersendiri. Bahkan kadang sangat berbeda dari pikiranku semenit yang lalu. Namun apa daya bu, aku memang sedang rindu.
Tanah rantau yang disebut-sebut tanah tempat orang dewasa terlahir itu benar apa adanya. Bahkan aku melihat diriku tak seperti dua tahun yang lalu saat berpisah denganmu. Bu, anakmu sedang menata rindu, menyusun masa depan hingga siap untuk pulang kembali.
Bu, berat rasanya bila tak aku syukuri. Seperti pesanmu tiap waktu, nanti akan ada rindu yang tak kuasa kau bendung. Akan ada sepi yang kusut dan sulit tuk kau luruskan. Akan ada kasih sayang yang berwujud namun tak kau lihat. Akan ada senyum yang kau samarkan dalam cita-citamu.
Ibu, benar adanya itu, telah aku temui mereka satu-persatu. Lalu memberiku nilai yang ragu ketika aku bercerita tentangmu. Anakmu ini hanya rindu. Ada potongan cerita demi cerita yang kusiapkan tuk ku bagi dalam canda dan tawa bersamamu nanti dimasa tua.
Akan ada senyum dalam keriputmu, akan ada hangat dalam dingin duniamu. Akan ada juga sosok dia yang membantuku merawatmu. Tenanglah bu, jiwa yang kau kandung dulu beranjak tumbuh menjadi seperti yang kau ingingkan. Walau aku tau baktiku sangat jauh dari kata cukup dan bahkan tak pernah bisa.
Terima kasih bu, untuk kehidupan yang begitu layak kau berikan kepadaku. Untuk restu dalam doamu dan untuk kasih yang tak pernah terduakan. Aku hanya menggambarkan dalam tulisanku, mengikat senyummu dalam relung hati lalu aku ingat hingga Tuhan berkata pulang untukku. Terima kasih ibunda tercinta.
Penulis : yieeproject
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Keren bang, ceritanya sampe ke hatii
ReplyDeleteMasya allah, tata bahasanya bagus, dan mewakilkan kata hati pembaca..
ReplyDeleteGood job 😊👍